Lampung Selatan, Datalampung.com - Proyek pembangunan breakwater (pemecah gelombang) di pesisir Desa Canti dan Desa Banding, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, yang merupakan bagian dari program strategis nasional (PSN), kini diwarnai dugaan praktik penambangan ilegal.
Proyek yang sejatinya bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman abrasi dan gelombang tinggi itu justru menimbulkan persoalan baru, setelah muncul dugaan bahwa material batu yang digunakan bersumber dari tambang ilegal di wilayah Desa Canti.
Aktivitas tambang tersebut disebut-sebut berada di zona yang seharusnya diperuntukkan bagi pemukiman dan pariwisata, bukan pertambangan. Lebih jauh, aktivitas itu diduga dilakukan tanpa mengantongi izin resmi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
“Kami sangat mendukung proyek nasional yang bertujuan melindungi warga pesisir. Tapi kalau materialnya diambil dari tambang ilegal, itu justru mencoreng niat baik pemerintah,” tegas Ketua Komite Analisis Pembangunan Indonesia (KAPI), Bung Dedi, Jumat (31/10/2025).
Menurutnya, setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki sejumlah dokumen perizinan penting, antara lain Izin Usaha Pertambangan (IUP), izin lingkungan seperti AMDAL atau UKL-UPL, jaminan reklamasi dan pascatambang, serta sertifikat laik operasi dan izin lokasi. Tanpa dokumen tersebut, setiap aktivitas penambangan dinilai ilegal dan melanggar hukum.
Jika benar tambang yang memasok material proyek tersebut tidak berizin, maka pelakunya dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 158, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Sedangkan Pasal 160 mengatur sanksi hingga 10 tahun penjara bagi penambang yang mengabaikan kewajiban reklamasi dan pengelolaan lingkungan.
Selain itu, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kegiatan tanpa dokumen AMDAL atau UKL-UPL juga diancam pidana 3 tahun dan denda Rp3 miliar.
Bung Dedi mendesak aparat penegak hukum agar segera menelusuri sumber material proyek breakwater Rajabasa dan menindak tegas jika ditemukan adanya pelanggaran.
“Kalau benar batu proyek diambil dari tambang ilegal, itu bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi tindak pidana. Aparat harus turun tangan,” ujarnya.
Ia menegaskan, proyek strategis nasional seharusnya menjadi contoh dalam penegakan aturan dan tata kelola lingkungan, bukan justru membuka ruang praktik ilegal.
“Masyarakat tentu mendukung pembangunan, tapi jangan sampai keselamatan lingkungan dan kepastian hukum dikorbankan demi kejar target proyek,” tutupnya.
