Lampung Selatan, Datalampung.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Selatan menyatakan, semua laporan aduan dugaan perkara korupsi pemerintah daerah khususnya kepala desa diproses melalui mekanisme hukum.
Hal itu, ditegaskan Kasi Intelijen Kejari Lampung Selatan, Volanda Azis Shaleh, usai Bidan Intelijen memberikan penerangan hukum, di Aula Way Pisang, Kantor Kecamatan Palas, Kamis (19/6/2025).
"Pihak kecamatan, kepala desa, dan masyarakat, bisa memberikan edukasi bahwasanya ada pelaporan yang diterima Kejaksaan banyak sekali. Baik itu kepala desa, OPD, dan kecamatan. Kejaksaan tidak sembarang memproses laporan pengaduan itu," buka Volan, saat dikonfirmasi.
Dalam memproses laporan aduan, Kejaksaan mengacu Undang-undang tentang peran serta masyarakat dalam tindak pidana korupsi dan disebutkan bahwa pengaduan dapat di proses harus memenuhi dua syarat.
"Pertama, identitas dan nomor handphone pelapor harus aktif. Kedua, uraian terkait laporan yang diajukan harus jelas bukan asal-asalan dan disertai data dukung berupa benda atau barang atau dokumen. Ketika syarat itu dipenuhi barulah kejaksaan bisa melakukan tindakan selanjutnya," sambung Kasi Intelijen.
Dalam nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara 3 lembaga yaitu Menteri Dalam Negeri, Kapolri, dan Jaksa Agung, yang ditandatangani kisaran Januari 2023, telah menyepakati tentang koordinasi antara APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dengan APH (Aparat Penegak Hukum).
Koordinasi ketiga lembaga itu, dalam hal penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang terindikasi tindak pidana korupsi di pemerintahan daerah khususnya pemerintah desa.
"Setiap laporan aduan yang diterima Kejaksaan , Kepolisian, ataupun APIP dalam hal ini Inspektorat, harus saling berkoordinasi terlebih dahulu," jelas Volan.
Sebelum terbit nota kesepahaman tersebut, dulu sering terjadi laporan masuk ke Kepolisian, Kejaksaan, dan Inspektorat. Alhasil, kepala desa hari ini diperiksa Kejaksaan, besok diperiksa Kepolisian, lalu keesokannya diperiksa Inspektorat.
Volan menceritakan, sekitar tahun 2018 di era pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan arahan terkait dengan penyelenggaraan pemerintah daerah termasuk pemerintah desa didahulukan pembinaan dan pemulihan keuangan desa.
"Jadi yang diutamakan pengembalian kalau memang tidak bisa dikembalikan dan perkaranya berat, kerugiannya besar, penyebab kerugian fiktif, baru bisa diproses hukum," tegasnya.
Semisal kesalahan yang diadukan itu tidak fiktif, ada permasalahan administrasi, kelebihan bayar, maka yang diutamakan adalah pengembalian kerugian keuangan.
"Lalu prosesnya seperti apa, laporan aduan yang masuk ke kejaksaan dilakukan pengumpulan dan verifikasi data awal, kemudian kejaksaan melakukan kordinasi dengan Inspektorat apabila laporan memenuhi syarat untuk ditindak lanjuti," beber Volan.
Dari situlah, Inspektorat melakukan pemeriksaan investigasi sesuai dengan standar pengawasan dan hasil dari pemeriksaan invenstigasi tersebut dapat disanggah terlebih dahulu oleh pihak kepala desa.
"Setelah proses tersebut selesai makan akan diterbitkan LHP dengan kesimpulan dan saranya seperti apa, apakah ada yg harus dikembalikan. Maka, pihak kepala desa diberikan waktu 60 hari," jelas Volan.
Seandainya, dalam waktu 60 hari terlapor tidak juga menyelesaikan saran, nantinya Inspektorat mengirimkan kembali LHP ke Kejaksaan disertai keterangan apakah sudah dikembalikan atau belum.
"Apabila belum, kami tunggu sampai 60 hari. Jika tidak juga dikembalikan maka proses perkara akan dilanjutkan ketahap selanjutnya," tandas Volan.