-->
  • Jelajahi

    Copyright © datalampung

    BPPRD Lamsel Bakal Sanksi Rumah Makan dan Restoran Yang "Tilep" Pajak

    Redaksi
    Rabu, 11 Desember 2019, 23:58 WIB
    Kepala BPPRD Lamsel Burhanudin


    Lampung Selatan, datalampung.com - Meski target Pemasukan Asli Daerah (PAD) Restoran di Lampung Selatan per 9 Desember 2019 telah hampir mencapai target yakni 4,3 miliar dari target sebesar 5 miliar yang ditentukan, nyatanya masih banyak rumah makan atau restoran yang kurang taat pajak di Lampung Selatan.

    Kepala Badan Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Lampung Selatan Burhanudin mengatakan, pihaknya bisa saja surplus dalam realisasi target restoran, jika para pengusaha rumah makan atau restoran di Lamsel kooperatif.

    "Kalau yang tidak taat itu ada beberapa tempat ya berkisar 25-30% yang kurang taat bukan tidak taat, kalau saya katakan tidak taat berarti tidak membayar, ini tidak begitu, mungkin bayar tidak sesuai besarannya. Contoh sebelum saya di BPPRD ini saya pernah makan di salah satu rumah makan yang tidak memakai tapping box itu yang artinya salah satunya kriteria saya bahwa itu kurang taat pajak," ungkap Burhan.

    Burhan menyebut, ada beberapa kriteria rumah makan yang wajib membayar pajak pertambahan nilai (PPN) dengan besaran 10 persen dari pendapatan di setiap rumah makan atau restoran, yakni jika rumah makan atau restoran tersebut memiliki pendapatan minimal 12 juta rupiah perbulan.

    BPPRD sendiri rencananya mulai 2020 mendatang akan memberikan sanksi bagi rumah makan atau restoran yang kurang atau tidak taat pajak.

    "Akan ada sanksi administrasi, sanksi administrasi itu jelas yang pertama kita tegur secara lisan bagi yang tidak taat, kedua kali kita tegur secara lisan tidak taat juga, baru kita tegur secara tertulis sekali sampai tiga kali kita tegur ketika tidak taat baru kita tindak memakai aparat, contoh dari perizinan kita libatkan, Pol PP, bila perlu kita libatkan kepolisian artinya ini pencabutan izin bukan kita yang cabut izin tapi Tim itu dan di cabut sementara (izin usaha rumah makan, red)," jelas dia.

    Burhan juga mengatakan akan menindak tegas, rumah makan atau restoran yang telah menggunakan tapping box namun tidak menyetorkan pajak rumah makan sesuai dengan transaksi di rumah makan atau retoran tersebut, sebab jika rumah makan atau restoran telah menggunakan tapping box, PPN 10 persen artinya telah ditanggung oleh konsumen.

    "Kalau sudah sanksi pidana itu bukan di ranah kita lagi tapi kepolisian. Tapi di Undang-Undang ada sanksi pidana contoh ketika mereka menyalahi aturan, contoh kita sudah pakai tapping box adakalanya mereka tidak gunakan, ini ketahuan berarti mereka sudah jelas menggelapkan 10% uang negara yang di pungut dari perorangan bukan dari rumah makan," jelas pria yang juga menjabat sebagai plt. Kepala Dinas Pendidikan Lamsel itu.

    Sementara saat datalampung.com mewawancarai beberapa pengusaha rumah makan dan restoran, beberapa pengusaha rumah makan dan restoran mengaku menggunakan tapping box dan selalu menyetorkan pajak rumah makan tiap bulannya ke BPPRD.

    "Kadang saya setor 400 ribu, kadang dibawah 400 ribu perbulan. Kalo omset kita gak bisa nyebutin itu rahasia perusahaan," kata Mahmudah pemilik rumah makan pindang pegagan.

    Hal senada juga diungkapkan oleh pihak Kalibata Cooffee, pihak Kalibata Cooffee mengatakan pihaknya selalu menyetorkan PPN ke pihak BPPRD Lamsel.

    "Sudah dipasang tapping box, sering rusak, udah ketiga kalinya rusak. Langsung ke dispenda (BPPRD, red) bayarnya. Biasanya sebulan bisa satu juta," ungkap Selfi. (Kurdy)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini