Lampung Selatan, Datalampung.com - Program bantuan benih padi yang digadang-gadang mampu memperkuat ketahanan pangan di Kabupaten Lampung Selatan justru memicu kekecewaan petani. Pasalnya, benih yang dibagikan dinilai tidak sesuai standar dan tak layak tanam.
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan, sekitar 50 persen benih dalam setiap sak kosong alias kopong sehingga tidak bisa ditanam. Bahkan, terdapat pengurangan bobot sekitar 200 gram per sak dari jumlah seharusnya. Kondisi ini memaksa petani membeli benih tambahan agar tidak kehilangan musim tanam.
“Benih yang kami terima banyak yang tidak sesuai label di kemasan. Sebagian besar tidak bisa ditanam, bahkan ada yang akhirnya dijadikan pakan ayam dan burung dara,” ungkap SY, salah satu anggota kelompok tani, kepada wartawan.
SY menjelaskan, dalam satu kelompok tani yang beranggotakan sekitar 10 orang, setiap petani menerima 25 sak benih sesuai luas lahan garapan. Jika total bantuan mencapai 100 sak, pengurangan bobot 200 gram per sak setara dengan 20 kilogram benih hilang.
Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya pada benih yang tidak bisa ditanam. Dengan luas lahan satu hektare, seorang petani biasanya memanen 6–8 ton padi senilai sekitar Rp36 juta per hektare. Dengan 10 petani, potensi kerugian bisa mencapai Rp360 juta, belum termasuk biaya tambahan untuk membeli benih pengganti.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPH) Lampung Selatan, Mugiyono, saat dikonfirmasi pada pertengahan Juli 2025 berjanji akan menindaklanjuti persoalan ini. Namun hingga dua bulan berselang, tepatnya September 2025, para petani mengaku belum merasakan langkah nyata dari pemerintah daerah.
Para petani berharap pemerintah daerah segera melakukan investigasi dan memberikan solusi agar mereka tidak terus merugi, serta memastikan program bantuan benih benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat.
